Wednesday, March 21, 2012

Hasil Uji Mobil Esemka, Yuk, Kita Bedah Intensitas Cahaya (Candela)

Intensitas Cahaya (Candela)

Mobil Esemka untuk kedua kalinya gagal dalam uji emisi dan kelayakan jalan. Berdasarkan pengujian pertama, 3 Agustus 2010 lalu, SUV racikan siswa-siswa SMKN 2 Surakarta, Jateng ini juga belum memenuhi standar uji intensitas cahaya untuk sektor penerangan utamanya.

"Waktu itu memang belum memenuhi kualifikasi yang ditentukan, yaitu intensitas cahaya lampu mesti mencapai minimal 12.000 Candela (CD). Sementara mobil Rajawali Esemka, lampu kanan hanya 10.900 CD dan sebelah kirinya hanya 6.700 CD. Versi yang sekarang sudah kami revisi, tapi memang belum dites lagi," jelas Dwi Budi Martono, kordinator pembelajaran industri kreatif dari SMKN 2 Surakarta yang dihubungi melalui telepon genggamnya beberapa waktu lalu.

Intensitas cahaya itu sendiri berarti, besarnya output atau kekuatan cahaya yang dipancarkan oleh suatu sumber cahaya, untuk suatu sudut padat pancar tertentu dalam besaran Steradian dan dinyatakan dalam satuan Candela (CD) dengan simbol I.

Satuan ini kerap digunakan untuk menginformasikan tingkat terang dari suatu lampu yang dilengkapi reflektor. Seperti jenis lampu par 38 yang umum digunakan untuk lighting panggung, termasuk lampu halogen yang dipakai untuk kendaraan.

Menurut Larjoko, asisten manajer R&D PT Ichikoh Indonesia, besaran Candela yang tak memenuhi kualifikasi dapat disebabkan oleh beberapa hal serius. "Paling utama adalah intensitas cahaya yang dipantulkan dari reflektor head lamp. Sebab kondisi ini lah yang akan menentukan kuat-tidaknya output dari cahaya lampu tersebut, dengan catatan bohlam yang dipakai sudah memenuhi standar internasional seperti tipe H4 60/55 Watt 12 Volts," urai pria yang terlibat dalam proses riset dan pembuatan head lamp beberapa merek mobil di Tanah Air ini.

Diakui oleh Dwi bahwa saat pengujian terdahulu, mobil Esemka menggunakan bohlam H4 60/55 Watt 12 Volt, dengan head lamp menggunakan kepunyaan Honda All New CR-V. "Memang saat pengukuran terdahulu, sorotan cahaya di tiap lampu melenceng sekitar 30 derajat ke arah luar. Sehingga sensor pengukur hanya menerima bias cahayanya saja," ungkap guru yang akrab disapa Toto ini.

Menurut Toto, kondisi tersebut dipicu oleh posisi lampu yang sudutnya belum presisi menyesuaikan dengan desain bodi mobil. "Kalau semua lampu sudah menggunakan komponen standar, faktor akurasi bodi perlu dicek ulang dengan melakukan metoda body fitting. Karena tanpa akurasi bodi dengan komponen pendukung seperti lampu, pengujian akan sia-sia," saran Larjoko.


View the original article here

No comments:

Post a Comment