Wednesday, March 21, 2012

Hasil Uji Mobil Esemka: Apa itu Standar Emisi Euro 2?

Standar Emisi Euro 2

Mungkin Anda lebih sering melihat tulisan ‘Euro 2’ pada bus-bus dibanding kendaraan pribadi di Indonesia. Padahal aturan standar gas buang atau emisi tersebut diterapkan bukan hanya kepada bus, tapi seluruh kendaraaan bermotor, termasuk sepeda motor.

Sebenarnya, apa sih standar tersebut? Euro adalah standar emisi di Eropa, dan menjadi standardisasi emisi di seluruh dunia. “Pada tahun 1958, UNECE (United Nations Economic Commission for Europe) atau biasa disebut ECE membuat standar kendaraan di Eropa. Bagi penumpang (safety) dan environment (lingkungan hidup),” terang Ahmad Safrudin, ketua Komisi Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB). Khusus lingkungan, yang distandardisasikan adalah emisi gas buang dan kebisingan.

Standar emisi UNECE/ECE atau yang sekarang dikenal denggan nama Euro diperkenalkan sejak itu (Euro 1). “Seiring perkembangan zaman dan teknologi kendaraan bermotor, standar itu terus diperbaiki dan ditingkatkan. Hingga sekarang sudah mencapai Euro 6 yang sudah diadopsi di Eropa. Kalau Jepang lagi mengarah ke sana,” jelasnya.

Euro atau European Emission Standars yang berguna untuk menekan emisi umumnya dibatasi dengan aturan yang ketat dan berjangka. UNECE/ECE menetapkan batas maksimum untuk tingkat kandungan timbal untuk kendaraan berbahan bakar bensin dan sulfur untuk mesin diesel. “Kalau Euro 2 maksimum 500 ppm, Euro 3 350 ppm, Euro 4 50 ppm, Euro 5 10 ppm dan Euro 6 lebih kecil dari 10 ppm,” bebernya.

Nah, khusus di Indonesia, berdasar surat Keputusan Mentri Lingkungan Hidup No. 141 tahun 2003, standar emisi Euro 2 mulai diterapkan. Dengan keputusan tersebut, ditentukan ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru dan kendaraan bermotor yang sedang diproduksi atau current production.

Meski SK (Surat Keputusan) sudah diteken, namun baru efektif awal tahun 2007. “Tapi Indonesia termasuk ketinggalan karena negara tetangga kita sudah lebih duluan,” ungkapnya. Ia menyebutkan, negara Thailand dan Malaysia sudah memakai standar Euro 2 sejak tahun 1997, lalu Singapura pada 1995 dan Filipina pada 2000. “Itu pun penerapan Euro 2 sudah lama, tapi implementasinya sampai sekarang belum Euro 2,” tegas Puput yang menyontohkan belum semua produksi mobil baru memakai catalytic converter.

Jadi menurut Puput, jika ada mobil yang belum lulus uji emisi standar Euro 2 sebenarnya enggak usah risau. “Karena masih bisa di-adjust lagi mesinnya atau pasang catalytic converter,” sahut pria berkaca mata menanggapi mobil Esemka.
(mobil.otomotifnet.com)


View the original article here

Spesialis ECU Haltech : Selalu Riset

Kehadirannya setiap hari di mesin dynamometer bengkel Khatulistiwa Suryanusa, ternyata sudah tercermin sejak Ovi Sardjan masih duduk di bangku SMP. "Sejak SMP saya memang suka dengan komputer mesin. Waktu itu namanya Megamap dan saya lihat di bengkel om saya (Ismail Sardjan, Red)," ujar Ovi, sapaan karibnya.

Meski sempat bekerja di salah satu perusaan trading sebagai IT, Ovi tetap kembali ke hobi awalnya utak-atik komputer baik software maupun hardware, terutama yang berhubungan dengan mesin mobil. Maka, tak perlu pikir panjang menerima tawaran untuk bergabung dengan bengkel Khatulistiwa Suryanusa pada tahun 2002.

Memang, tidak langsung pegang komputer mesin begitu bergabung dengan salah satu bengkel balap tenar nusantara. Namun memang sudah dasar hobi, pria 35 tahun ini tetap saja berusaha untuk mencari tahu lebih dalam mengenai Haltech. "Saya belajar banyak dari Om Kemal (Kemal A. Bachrie, Red)," lanjut Ovi.

Meski latar belakang pendidikannya di bidang ekonomi, pernah pindah kampus dari Gunadharma ke Institut Bisnis Manajemen Indonesia, semangat ngoprek komputer tetap dilakoninya. Tidak heran kalau Ovi mengalami sendiri perkembangan stand alone asal Australia ini. "Waktu masih Megamap, ngetune pakai PC, belum jaman laptop. Terus Haltech mulai dari sistem operasi DOS ke Windows 16 bit, terus sekarang 32 bit," kenangnya.  

Menurut Ovi, semua orang bisa memasang komputer mesin stand alone ECU seperti Haltech ini. "Bisa mengoperasikan komputer, lalu belajar software Haltech sama punya pengetahuan soal mesin," beber ayah seorang putra ini.

Selama bergelut dengan Haltech, Ovi selalu mengamati perkembangannya. Jika dulu pemasangan stand alone ECU wajib mengganti semua sensor dengan sensor Haltech, kini bisa memberdayakan sensor standar. "Yang penting bisa mengerti trigger dari mesin karena setiap mobil berbeda-beda," katanya. Trigger adalah sensor putaran mesin yang biasanya ada di kruk as dan kem.

Dasar hobi inilah yang bikin Ovi selalu memperhatikan detail kecil dan riset kecil-kecilan. "Saya juga suka memberi feedback pada produsen Haltech di Australia. Misalnya hasil tuning Jazz baru dan hasil dyno saya kirim ke sana. Mereka appreciate banget. Kadang ada software yang baru dikembangkan, kita diminta jajal dulu," girangnya.

Uniknya, riset sampai dilakukan pada mobil hariannya. Toyota Kijang kapsul keluaran awal dibikin injeksi dan pasang Haltech. Bukan buat kencang. "Paling sulit bikin settingan buat mobil harian karena harus tokcer pada segala kondisi. Misal enak saat panas, tetapi pas start pagi mbrebet," ulasnya.

Kalau buat mobil balap sih mudah. Karena kondisinya terukur hanya buat di dalam trek saja. Lantas kapan perlu pakai stand alone ECU Haltech? Intinya, jika settingan ECU standar sudah tidak mampu menyalurkan hasrat, silahkan pilih sesuai kebutuhan.

Mulai dari piggyback dulu seperti Haltech Interceptor. Kalau kurang, bisa coba piggybacking system pakai Haltech PS 500. Buat yang sudah advanced, ada pilihan Haltech PS 1000 dan PS 2000 dengan rentag harga antara Rp 11,250 - Rp 20,250 juta. (otosport.co.id)
Khatulistiwa Suryanusa
Jln. Pramuka Raya Kav.69
jakarta pusat
Telp.(021)4248384


View the original article here

Hasil Uji Mobil Esemka, Yuk, Kita Bedah!, Apa Beda Uji Emisi BTMP?


Berdasarkan surat keputusan Dirjen Perhubungan Darat Kementrian Perhubungan RI No. AJ.SOE/17/6/DJPD/2012, untuk kedua kalinya mobil Esemka dinyatakan belum lolos pengujian di Balai Termodinamika Motor dan Propulsi-Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BTMP-BPPT), Serpong Tangerang.

Ada dua item yang dinyatakan belum lolos uji, pertama emisi gas buang yang berstandar Euro 2 dan lampu depan yang juga belum memenuhi standar.

Jika kita melihat hasil pengujian dari mobil yang dibuat oleh anak-anak SMK di Solo ini, memang masih di atas ambang batas yang ditentukan.

Nah, biar lebih paham dan jelas, yuk kita bahas hasil pengujian mobil Esemka ini.

Apa Beda Uji Emisi BTMP?

Kita sering melihat mobil sedang mengalami perawatan rutin dan selalu mengalami uji emisi. Bahkan sempat bergaung kewajiban uji emisi kendaraan setiap tahun sebagai syarat perpanjangan STNK. Lantas apakah bedanya uji emisi yang kerap kita lihat dengan pengujian emisi yang dilakukan Balai Thermodinamika Motor dan Propulsi – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BTMP-BPPT) di Puspiptek Serpong, Tangsel?

Bedanya sangat jauh. Pada saat servis mobil, pengecekan emisi yang dilakukan adalah pengecekan emisi aktual pada saat stasioner. Alat yang digunakan adalah four gas analyzer yang mampu mendeteksi komposisi gas CO, CO2, O2 dan HC. Atau five gas analyzer yang mampu mendeteksi NOx.

Hasil pemindaian alat ini adalah komposisi gas dalam satuan persen volume. Hasilnya pun berupa emisi sewaktu hanya pada stasioner. Bisa saja mesin digas pada 2.500 rpm, misalnya untuk melihat emisi pada putaran lebih tinggi.

Nah, uji emisi pada BTMP bisa melakukan jauh dari itu. Karena dilakukan sebagai persyaratan memperoleh sertifikat emisi Euro 2. “Saat ini, alat kami mampu menguji sampai standar Euro 4,” ujar Anis Sukmono dari divisi pengujian kendaraan bermotor BTMP.

Pengetesan pun dilakukan sesuai standar. Seperti pengetesan selama 19 menit 40 detik, mobil ditaruh di atas dyno untuk simulasi pengendaraan normal. Baik urban driving maupun extra urban driving dengan kecepatan bervariasi dari 15 dan 30 km/jam sampai kecepatan tinggi 50, 70 hingga 120 km/jam.

Dari situ, gas buang diukur dalam satuan ppm (pack per million). Didapat juga jarak tempuh selama pengujian. Sehingga data sesuai dengan standar Euro 2, yaitu emisi CO 5 gram/km dan emisi HC + NOx 0,7 gram/km. (mobil.otomotifnet.com)


View the original article here

Tes Drive Hyundai Grand Avega A/T, Shiftronic Ala Hatchback Murah

Jakarta – Langkah Hyundai memasukan Grand Avega bertransmisi otomatis (A/T) dirasa menggebrak pasar hatchback Tanah Air. Apa pasal? Tak lain karena Grand Avega otomatis mengaplikasi transmisi model Shiftronic yang biasa nangkring di mobil dengan harga di atas Rp 200 jutaan.

Nah, untuk menghapus rasa penasaran langsung saja bejek Grand Avega A/T di jalan raya ibukota. Masuk ke dalam kabin, nuansa sporty yang sama seperti versi manualnya menyeruak. Perbedaan hadir di center cluster, tentu dengan gear knob ala Shiftronic 4-speed.

Mesin Gamma 1.4 liter berdaya 108 dk mulai dinyalakan. Pindah ke posisi D, mobil ini tak menyentak diputaran mesin rendah. Tak puas menjelajah jalanan padat dengan posisi gigi D, kami berpindah ke jalan tol untuk mencoba sensasi transmisi Shiftronic nya.

Di jalan tol transmisi Shiftronic cukup ampuh untuk mengail tenaga. Namun jangan harap bisa merasakan sensasi engine brake seperti mobil sekelas BMW atau VW. Sebab, batas putaran mesin terasa dibatasi. Sehingga, posisi gigi akan berpindah menyesuaikan dengan rpm, meski kita belum memindahkannya.

Untuk handling. Beberapa kali terjebak lampu merah, setir Grand Avega A/T terasa sedikit berat ketimbang saudaranya Kia Rio. Asiknya, setir ini sangat berguna kala ngebut yang membuat handling lebih stabil.

Untungnya lagi, menjelajah Jakarta yang macet terasa mudah berkat  tombol audio yang terintegrasi dengan setir, membuat pengemudi tak perlu repot saat mengganti lagu di CD, MP3 dan USB atau channel radio.

Oiya, sisi kenyamanan masih ditunjang lagi dari penggunaan suspensi empuk dan stabil. Belum lagi kabinnya yang kini lebih senyap. Bahkan bunyi mesin maupun ban tak masuk meski digeber hingga 150 km/jam.

Grand Avega A/T yang dibanderol Rp 172,5 juta bisa dipertimbangkan untuk menjadi alternatif bagi anda yang menginginkan hatchback canggih dan praktis dengan harga terjangkau. (mobil.otomotifnet.com)


View the original article here

Modif Proton Satria Neo Reli, Siap Tantang Jazz dan Swift!


Tidak bisa dipungkiri, mobil-mobil yang dipakai untuk berlaga di ajang internasional pasti menarik bagi seseorang. Seperti sosok Proton Satria Neo yang kerap berlaga di ajang reli Asia Pasifik dan Interkontinental mampu membuat Andry Tan berpikir keras untuk memilikinya.

Tak bisa memiliki mobil Proton Satria Neo S2000 seperti milik pereli tak menyurutkan Andry untuk membangun Proton Neo asli keluaran 2010. Perlu diakui, inilah Proton Satria Neo pertama di Indonesia yang dipakai reli. Siap bertarung di kelas GR2 melawan Suzuki Swift dan All New Honda Jazz.

Beruntung Andry kenal dengan Rizal Sungkar, yang juga pereli. "Semua preparasi mobil diserahkan ke Rizal yang memiliki koneksi untuk pemesanan barang di negara tetangga," seru Andry. Untuk suspensi, adik kandung Rifat ini memilih Drummond keluaran Australia.
Sokbreker ini dipercaya mampu meredam goncangan dan cukup kuat untuk menopang bobot Proton Satria Neo ketika mendarat setelah jumping. Semua bushing pada kaki-kaki juga tak ada lagi yang menggunakan bahan karet. Alasannya kalau menggunakan karet, akan lebih cepat rusak.

Sistem rem masih menggunakan standar mobil, hanya beberapa komponen penting yang diganti. Seperti slang rem dipakai braided supaya tidak mudah putus ketika panas. Selain itu, kampas rem pakai keluaran Carbonelorraine produksi Inggris. Penggunaan kampas rem ini membuat Andry berani ngerem lebih dekat dengan tikungan.

Sementara itu, mesin tak banyak ubahan. Mendukung performa, Rizal memesan camshaft khusus ke Australia, dengan ukuran 2720. Selain camshaft, produk custom bengkel RFT yakni per klep. Alasannya, part tersebut tidak terdapat dipasaran.
Pekerjaan yang tak mungkin dilupakan dan cukup penting yakni, pengolahan kembali kepala silinder. ‘Kulit jeruk' yang dapat menghambat aliran udara dihilangkan. Rasanya percuma tenaga sebesar 170 dk di putaran mesin 6.800 rpm kalau tak cepat sampai ke pelek Speed Line tipe Corse ukuran 15x6,5 inci yang berbalur Yokohama A035. Supaya tak membuang tenaga dan waktu, girboks ganti tipe close ratio, masih ditambah dengan short shift produksi RFT.

Uji coba mobil ini sepenuhnya akan berlangsung di event resmi yang kemungkinan besar akan digelar pada pertengahan Maret 2011.

Beda Dimensi

Dilihat secara dimensi, tentu mobil Proton Satria Neo milik Andry Tan akan jauh berbeda dibanding kit car Proton Satria Neo yang dibesut oleh Alister McRae atau Chris Atkinson di ajang reli asia pasifik. Paling terlihat dari dimensi bodi depan. Mobil reli asia pasifik jauh lebih lebar dibanding mobil milik Andry. Demikian juga dengan bagian belakang serta lebar traksi roda.

Hal ini sangat dimungkinkan karena berbeda pembuatnya. Proton milik Andry, benar-benar dibuat oleh pabrikan Proton di Malaysia dan kembali dipreparasi oleh bengkel RFT. Sedang besutan Alister McRae dan Chris dibuat di Inggris, oleh Chris Mellors yang sudah terkenal membuat kit car tipe S2000.

Secara kekuatan mesin dan girboks juga jelas jauh berbeda. Tak mungkin mesin standar dipasangkan di mobil reli asia pasifik. Demikian juga dengan girboks. Meski sama-sama close ratio, namun memiliki perbedaan dimensi, berat dan bahan.

Namun, mobil Proton seperti milik Andry ini tetap berlaga di ajang reli. Tengok pacuan milik tim Cusco yang diperkenalkan awal Januari lalu di sebuah acara di Tokyo. Dimensinya tak jauh beda dengan milik Andry Tan. (otosport.co.id)


View the original article here

Modif Honda Jazz 2006, Pink Your Rides!


Pink Your Rides!

Cinta atau centil! Itu yang biasanya terlintas ketika muncul warna pink atau merah muda. Bagaimana kalau diaplikasikan ke motor atau mobil? Buat Maraisa Dewi, pink adalah ungkapan cinta. Tapi bagi Jajang Maulana Yusuf, pink mengingatkan pada ‘tragedi’ salah airbrush.

JAZZ CINTA

Cinta menjadi alasan utama modifikasi Honda Jazz 2006 milik Maraisa Dewi ini. “Mobil ini merupakan hadiah dari papaku waktu aku masih kuliah,” papar kelahiran Solo 24 tahun lalu yang tengah menjajaki karir sebagai penyanyi pop ini.

Kelir pink di bodi merupakan warna standar, namun interiornya dirombak dengan kulit sintetis yang juga berwarna merah muda. “Saya suka warna pink, pokoknya girly banget. Ditambah boneka Hello Kitty pada sandaran jok, bikin betah di dalam mobil,” kenes Caca, panggilan akrabnya.

Pink juga merambah kaca depan, cutting sticker huruf kanji Jepang dengan konfigurasi nama Caca. “Saya memang suka dengan semua hal bernuansa Jepang, apalagi saya adalah lulusan sastra Jepang. Jadi sekalian mempertegas identitas,” urai pelantun single ‘Aku Tanpamu’ yang mengaku masih jomblo ini. Wow! (mobil.otomotifnet.com)


View the original article here

Merawat Bodi Mobkas Era 70-an

Selain itu Danny Sawali dari Fast & Details Galerry TM Mequiar’s Bali Branch juga punya jurus merawat bodi mobkas era ‘70an yang telah Anda pinang. “Bila membutuhkan poles sebaiknya gunakan material yang halus dengan dual action polisher,” jelasnya seraya kembali mengingatkan jangan gunakan material yang kasar atau agresif lantaran cat pada permukaan bodi biasanya di usia lawas sudah menipis .

Masih menurutnya, untuk kaca dapat dibersihkan dengan glass cleaner yang bisa didapat di gerai car care. Hati-hati dengan tampilan interior yang masih orisinal. “Lebih aman dengan lap basah saja tanpa cleaner,” jelas Danny lagi.

Tidak hanya itu, lebih lanjut pria ramah itu menuturkan, saat membersihkan ornamen krom harus hati-hati. “Jangan pakai pembersih krom yang umum karena cenderung bahannya terlalu keras dan beresiko membuat krom terkelupas karena sudah berumur tua,” ungkapnya.

Sementara itu Danny juga menuturkan untuk bagian mesin tidak disarankan melakukan pembersihan yang berlebihan. “Kecuali di area rembesan oli karena dikuatirkan kabel-kabel dan selang sudah banyak yang rapuh atau getas.

Mudah bukan? (mobil.otomotifnet.com)


View the original article here